English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Choose your Language
TURUNKAN HARGA BAHAN PANGAN !

TRITUBUH ( Tiga Tuntutan Buruh )

1. NAIKKAN UPAH BURUH 100% !
2.
HAPUS SISTEM KERJA KONTRAK !
3.
BUBARKAN OUTSOURCING !



Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Senin, 13 Mei 2013

 

Aku Menuntut Perubahan 


Seratus lobang kakus

Lebih berarti bagiku

Ketimbang mulut besarmu

Tak penting

Siapa yang menang nanti

Sudah bosen kami

Dengan model urip kayak gini

Ngising bingung, hujan bocor

Kami tidak butuh mantra

Jampi-jampi

Atau janji

Atau sekarung beras

Dari gudang makanan kaum majikan

Tak bisa menghapus kemlaratan

Belas kasihan dan derma baju bekas

Tak bisa menolong kami

Kami tak percaya lagi pada itu

Partai politik

Omongan kerja mereka

Tak bisa bikin perut kenyang

Mengawang jauh dari kami

Punya persoalan

Bubarkan saja itu komidi gombal

Kami ingin tidur pulas

Utang lunas

Betul-betul merdeka

Tidak tertekan

Kami sudah bosan

Dengan model urip kayak gini

Tegasnya=

Aku menuntut perubahan


(Wiji Thukul - 9 April '92)

Sabtu, 27 Agustus 2011

Munajat Tobat Orang Gila




Ya, Allah Yang Maha Nyata,
Malam ini: mataku terbuka.
Kusadari kini
Ruang dan waktu
Terasa sepi
Bagi langkahku.
Ada bayang memanjang: ada terang menghilang.
Kegelapan menantang: mencari bintang-bintang.
Kulihat diri
Pecah tak menentu,
Pikir dan hati
Tak lagi bersatu.
"Apakah kita
Masih Percaya
Kepada cinta?"
Kulihat diri
Kecewa dan jemu,
Pikir dan hati
Sudah jadi batu.
Hidup yang terharu: telah hilang kalbu.
Hidup yang gembira: telah tinggal luka.
Kusadari kini
Aku harus berlari
Mencari
Makna diri!


Allah. Allah. Allah. Aku berlari membelah belantara kota, lalu lantang berkata: "Kini kulihat wajah Allah di mana-mana!" Namun, mereka murka. Mereka melempari aku dengan batu. Kulihat wajah kebencian menyala seperti neraka! Maka mereka caci aku: "Orang gila!" Namun, aku tidak gila. Aku cuma ingin membukakan mata hati mereka, dengan kenyataan Yang Maha Nyata, ya, inilah kenyataan yang lebih dekat dari urat leher mereka, tetapi sayang hati mereka telah buta.
Allah. Allah. Allah. Aku berlari ke tengah masjid, tetapi aku hanya bertemu orang-orang sakit. Mereka berdiri dan rukuk, sujud dan duduk: tidak dengan hati yang tawadhu? Apakah sholat mereka hanya dengan raga: tidak dengan jiwa? Aku melihat luka! Aku berteriak sekerasnya: "Ini rumah berhala!" Merasa terhina: mereka murka. Mereka caci aku kafir dan babi. Mereka lempari aku dengan kitab suci. Mereka sepak aku keluar jendela, tetapi sejuta pintu maafku terbuka.
Allah. Allah. Allah. Dalam keresahan aku kembali berlari, mencari kebenaran di antara gedung pendidikan, ruang kantoran, pasar swalayan, warung pinggir jalan, taman hiburan, namun aku selalu merasa kesepian. Aku lapar dan pergi ke rumah makan. Namun, aku hanya melihat orang yang saling memakan: karena makanan. Ya! Kini aku melihat berhala di mana-mana. Mereka bekerja setengah mati lantaran berhala. Mereka frustasi karena berhala. O, mereka berduka, mereka menangis, mereka terluka, namun mengapa mereka masih saja percaya kepada berhala? Ya! Mereka telah jadi budak dari benda yang mereka cipta.
Ya, Allah, mereka sebut aku orang gila karena aku menolak mengakui benda sebagai tuhan kedua, karena aku menolak aturan-aturan hampa, karena aku menolak membenci sesama manusia, karena aku menolak menjilat perut penguasa, karena aku menolak jadi hewan pemangsa, karena aku menolak menindas kaum lemah yang terhina, sebab aku percaya hanya Engkaulah Yang Maha Adil dan Maha Kaya!
Ya, Allah, biarlah mereka sebut aku orang gila, namun aku percaya, dalam Indah CintaMu Yang Maha Pesona: akulah manusia!


"Mati bukanlah hal yang musti ditakuti, bagi hidup yang tak lagi terikat oleh duniawi."


Ya, Allah, aku malu pada kegilaanku. Aku tahu bahwa nilai imanku baru sebatas kata dan ragu. Aku tahu bahwa nilai amalku baru sebatas debu. Aku hanya manusia yang mudah jemu. Lalu kupahami kegilaan itu bermula dari tangan kotorku. Kini kusadari pertobatan ini bermula dari Tangan KasihMu.
Ya, Allah, ampunkanlah segala hina dan salahku, terimalah selalu airmata dalam doaku. Janganlah Kau tinggalkan aku lelah sendiri di dalam waktu. Hanya kepadaMu kuserahkan makna adaku.
Ya, Allah, jadikan aku hambaMu yang selalu menyadari arti kegilaan diri: baik yang nyata atau tersembunyi. Jadikan aku pedangMu yang akan menebas tiang-tiang ketakutan, dan membabat ketidakadilan. Jadikan aku apiMu yang selalu mengobarkan pembebasan. Jadikan aku: perlawanan!
Ya, Allah, jadilah kehendakMu: itulah batasku.


Ya, Allah, Yang Maha Cinta,
Pagi ini: mataku terbuka.
Kusadari kini
Ruang dan waktu
Terasa damai
Bagi langkahku.
Embun pun datang: membasuh kalbu.
Gelap pun terang: menuntun sujudku.
Kulihat diri
Bara dan abu,
Pikir dan hati
Kini menyatu.

"Ya, Allah, inilah munajatku:
Setangkai airmata
Di atas sajadah
Guguran daun-daun jambu."
Kulihat diri
Api dan nyala,
Pikir dan hati
Kini cahaya.

Langit yang tenang: fajar sukmaku.
Elang yang terbang: jadilah ragaku.
Samudra biru
Makna adaku,
Ombak menderu
Inilah wujudku.

Ya, Allah, Yang Maha Cinta,
Pagi ini: Akulah-Cinta!


Ahmad Yulden Erwin

Rabu, 02 Februari 2011

Diam ditindas atau bangkit melawan !






Sudah hampir 13 tahun kita berada didalam lingkaran reformasi yang telah tergulirkan oleh kekuatan demokrasi dengan segala tumpah darah pengorbanan para pejuang-pejuangnya. Tapi setelah rangkaian waktu itu, tiada satupun perubahan signifikan yang dapat dirasakan bagi mereka yang tersisihkan oleh sistem kapitalisme busuk ini. 


Negara yang seharusnya merupakan lembaga pengayoman bagi warga negaranya, malah justru memposisikan kekuatannya pada garis-garis penindasan yang tersistematis. Penguasa politik negeri ini tidak lagi menjadi bijak dengan segala kebijakan-kebijakannya. Kepentingan pragmatis para penguasa negeri ini telah membutakan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka yaitu, mensejahterakan rakyat miskin. Presiden dan para penghuni gedung parlemen lupa atau sengaja tidak mau tau kalau rakyat miskin yang mereka pimpin sedang tersengal-sengal nafasnya menahan arus kuat penindasan ekonomi kapitalisme. 

Dan para borjuasi itu..? Mereka tidak layak menyebut dirinya sebagai manusia beradab karena tiada satupun ekspektasi mulia dari kumpulan-kumpulan pembodoh itu untuk kebaikan nasib rakyat miskin. Para borjuasi itu tidak lain merupakan lendir-lendir kekuasaan yang selalu mengotori setiap derap langkah gerakan demokrasi untuk perubahan sosial

Haruslah di ingat bahwa sejarah pasti akan ber ulang karena keniscayaan bahwa tidak pernah ada satupun kekuatan yang absolut untuk dipertahankan dengan kekuatan militer apapun.

Rakyat adalah kapten dari kapal yang bernamakan negara ! Dan pendulum politik akan selalu berputar untuk menentukan.siapa yang sebenarnya berkuasa atas setiap laju waktu perubahan.

Hidup Rakyat Miskin Indonesia !!
Merdekalah jiwa-jiwa yang bebas !!


Jumat, 03 September 2010

Puisi Perlawanan buat Tanah Utara

Ini kami kirimkan puisi perlawanan buatmu, sebagai tanda bahwa kami bukan bangsa yang bisa kauinjak seenak maumu.
 Jangan kau pikir bahwa kami akan tetap diam saja, saat dengan keji kau bombardir kami dengan milyaran dollar hutang dan mitos-mitos ekonomi.
Mungkin kau berpikir dengan logikamu yang lurus dan linier itu, bahwa kami akan datang dengan wajah malu-malu, lantas menghiba pada kuasa kapitalmu, astaga !, kaupikir kami bangsa kecoak, kaupikir kami akan terus-terusan bergantung pada kotoran, pada kerakusan dan ampas produksimu, tidak !, suatu saat kami akan bergerak, kami akan bangkit dan memberontak !
Ini kami kirimkan puisi perlawanan buatmu, sebagai tanda bahwa kami bukan bangsa kacangan, kami punya harga diri sebagai bagian dari umat manusia yang berevolusi, kami punya hak untuk menentukan nasib dan keinginan kami.
cukup !!, jangan lagi kauracuni pikiran kami dengan berbagai teori tentang kemajuan industri, yang justru akhirnya terbukti makin memiskinkan rakyat kami.
Apa kaupikir kami cuma setitik debu yang mengotori rumah kacamu? Apa kaukira kami bukan manusia ? Apa kauanggap kami hanya sekedar hewan pemangsa? Apa kebenaran cuma milik orang-orang kaya ?
Tunggu saja, wahai tanah utara, tunggu saja! Suatu masa, ketika kalian terlena oleh derai-derai cemara, ketika kalian beranggapan bahwa Tuhan cuma ilusi yang bisa dikloning sebagai kambing atau kera, maka kami akan datang dengan berjuta topan dan badai, akan kami hancurkan seluruh mimpi-mimpi busuk kalian pada imprealisme dan penjajahan, akan kami bongkar bangun-bangun modernisme yang kalian banggakan, akan kami buktikan bahwa hidup bukan cuma kehendak untuk berkuasa, namun juga hak untuk mendapatkan keadilan, hak untuk mendapatkan persamaan.
Dengarkan wahai tanah utara, kini kalian cuma punya dua pilihan: hidup bersama cinta atau hancur oleh senjata!


Ahmad Yulden Erwin

Sabtu, 14 Agustus 2010

Dirgahayu 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Republik Indonesia ke 65


Bangunlah jiwanya, 
Bangunlah badannya, 
Untuk Indonesia Raya...

Rabu, 11 Agustus 2010

Suara Kiri Bangsa untuk Kemerdekaan belum 100% Republik Indonesia

Kebenaran adalah tujuan sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang pertentangan sosial yang kerap sering kali terjadi. Banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk dapat dijadikan tolak ukur kebenaran itu sendiri. Manusia terkadang melakukan pembenaran dari kesalahan yang ada demi suatu posisi aman dalam menjalankan kepentingannya. 

Undang-undang "karet" yang pasti selalu berpihak kepada siapa paling kuat & berkuasa, se akan-akan menjadi hal yang lumrah untuk dipaksakan pada massa rakyat demi kepentingan modal para kaum borjuasi serta kapitalis. Kemiskinan telah menjadi pilihan (yang sebenarnya tidak ada lagi pilihan) bagi mereka yang tidak pernah mengerti akan absurdnya sisitem kapitalisme di muka bumi ini.

Lalu, kemana kemerdekaan itu ? ketika disatu sisi kiri terlalu sering tertindas oleh sistem, tapi disatu sisi kanan lainnya mengambil keuntungan se besar-besarnya dari situasi & kondisi yang terjadi. Sudah jelaslah bahwa makna kemerdekaan itu pada saat ini adalah bagaimana caranya untuk bertahan hidup dengan menjadi serigala atas manusia lainnya (Homo Homini Lupus). 

Tidakkah kita sebagai manusia telah diajarkan oleh agama tentang bagaimana caranya membantu yang lemah dengan rasa ikhlas serta tulus tanpa pamrih ? Atau, apakah agama yang kita anut & yakini ini sebagai manusia hanyalah merupakan aksesoris status sosial saja ? 

Kemerdekaan itu berarti, semuanya tidak kehilangan sesuatupun atas hak-hak yang harus patut diterima ! Hak untuk dapat bekerja & hidup sejahtera dengan tempat tinggal yang layak, mendapatkan pendidikan formal yang berkualitas, akses kesehatan tanpa kelas, Transportasi umum aman & nyaman serta fasilitas-fasilitas publik lainnya tanpa harus berkeluh kesah ketika menggunakannya. Jika ada pertanyaan tentang bagaimana merealisasikan semua itu, tidaklah sulit. Selama ada kemauan politik untuk memberantas korupsi & kolusi tanpa pandang bulu serta menaikkan pajak setinggi mungkin bagi para pemilik modal demi kepentingan kesetaraan sosial ekonomi proletariat Indonesia. Dan negaralah sebagai regulator untuk segala kebijakan yang dikeluarkan dari rakyat berkuasa. 

Saat ini, ketika anda masih diberi kesempatan oleh Tuhan Y.M.E untuk dapat menjelang fajar pagi esok hari, cobalah hirup deru nafas ketidak adilan disekitar kita dalam-dalam. Dan tegaskan pada diri sendiri, "Biarlah kebenaran itu menjadi laksana pedang angkara murka bagi kesalahan yang ada". Kemudian langkahkan kaki keluar ke tempat dimana kekuasaan penindas berdiri tegak mengangkang dengan segala keangkuhan serta kesombongannya. Katakan dengan lantang kepada mereka yang berkuasa & menindas ! "Cukup ! Hentikan kerakusan serta ketamakan kalian ! Tunduklah kepada kami, kaum revolusioner Indonesia ! Atau kalian harus hancur lebur menjadi abu oleh senjata pamungkas kami,... Kemarahan !!!".

DIAM TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN !!! Sederhana saja bukan ? Saudara-saudaraku sebangsa & setanah air..

Selasa, 10 Agustus 2010


Kuburan Purwoloyo

Disini, terbaring mbok cip
yang mati di rumah
karena ke rumah sakit tak ada biaya..

Di sini, terbaring pak pin
yang mati terkejut
karena rumahnya digusur..

Di tanah ini, terkubur orang-orang yang
sepanjang hidupnya memburuh
terhisap dan menanggung hutang...

Di sini, gali-gali,
tukang becak,
orang-orang kampung
yang berjasa dalam setiap pemilu
terbaring dan keadilan masih saja hanya janji..

Di sini, kubaca kembali:
sejarah kita belum berubah!

Widji Thukul
jagalan, kalangan
solo, 25 oktober 1988

Perjuangan penghabisan kumpulan melawan

Che Guevara, Imperialism speech 1965