English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Choose your Language
TURUNKAN HARGA BAHAN PANGAN !

TRITUBUH ( Tiga Tuntutan Buruh )

1. NAIKKAN UPAH BURUH 100% !
2.
HAPUS SISTEM KERJA KONTRAK !
3.
BUBARKAN OUTSOURCING !



Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Selasa, 16 Juni 2009

Embivalensi Indonesia

Keadaan selalu mengajarkan kita untuk bisa memahami situasi. Di negara berkembang seperti Indonesia, kita perlu banyak belajar tentang bagaimana caranya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan situasi yang ada. Berbagai macam peristiwa yang terjadi di dalam periode kehidupan bumi ini, telah menghasilkan sesuatu yang nyata untuk dapat dipahami sebagai suatu mata rantai moralitas manusia terhadap dunianya.

Faktor sosial politik yang mempengaruhi perilaku manusia dalam pergulatannya sebagai makhluk yang memiliki kepentingan, menjadikan faktor-faktor lainnya seperti ideologi, ekonomi dan budaya ikut terpengaruh dan berubah sesuai keuntungan yang didapatkan oleh manusia itu sendiri. Manusia terkadang tidak terlalu mempedulikan keseimbangan dalam menjalankan kesempatan hidup yang ada. Rasa ingin berkuasa terhadap sesuatu hal yang dapat menstimulus keinginan untuk menguasai semuanya, telah menjadikan dunia ini semakin tidak dapat dijadikan tonggak harapan bagi mereka manusia-manusia yang tidak beruntung dan tersisihkan.

Memang kita sekarang masih hidup dijaman feodal. Segala sesuatunya dilihat dari siapa yang berkuasa. Jangan bingung dan heran ketika orang berbondong-bondong ingin bisa duduk nyaman di kekuasaan. Segala cara pun di tempuh demi status sosial yang di idam-idamkan. Sikat sana, sikut sini adalah hal yang wajar bagi mereka yang berkepentingan dalam mengejar hasil yang di inginkan.

Lihatlah Jakarta yang kita cintai ini. Sudah benarkah pembangunan yang dihasilkan oleh pemerintah yang berkuasa ? apakah pemerintah sudah memperhatikan sisi-sisi dari dampak pembangunan yang dihasilkan ? masyarakat jakarta seakan-akan menjalani suatu rutinitas tahunan yang jelas tidak mereka inginkan. Rutinitas apakah yang dimaksudkan ini ? BANJIR lah jawabannya. Dari segi geografis, jakarta terletak di dataran permukaan rendah yang posisinya berada di pesisir utara pulau jawa. Sedangkan pada posisi selatan jakarta terkepung oleh dataran permukaan tinggi perbukitan dan pegunungan yang hampir separuh lebihnya tidak lagi hijau oleh pohon-pohon yang dulu menyertainya. Dari sisi ilmu pengetahuan jelas kita telah mempelajari bahwa fungsi pohon-pohon pada dataran permukaan tinggi adalah untuk menjadi resapan air sehingga menghambat air turun ke dataran permukaan rendah. Dan, dataran rendah yang disertai rawa tempat dimana air seharusnya dapat parkir sehingga tidak terjadi banjir malah di konversikan dengan keangkuhan bangunan beton yang kejam.

Tapi sekarang, itu hanyalah sekedar menjadi teori belaka yang menjadi nina bobo kita dalam tidur panjang kebodohan manusia yang sok tau. Pemerintah terlalu asyik dengan segala pragmatisme semu tentang pembangunan yang di gembor-gemborkan sebagai nilai dari tingkat kemajuan bangsa ini. Dan lagi-lagi masyarakat yang selama ini terbodohkan oleh sistem menjadi tumpuan untuk pembenaran yang para penguasa nyatakan.

Sekarang, banjir bukanlah menjadi barang mewah bagi republik ini. Kalau kita mau memelekkan mata kita terhadap berbagai peristiwa alam yang terjadi, banjir bukan hanya milik masyarakat Jakarta lagi. Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, sulawesi kita lihat semuanya tenggelam oleh air yang telah menjadi penjajah atas daratan. Semuanya, di sana-sini masyarakat tersusahkan oleh ketamakan para pemilik modal yang tidak sama sekali memperhatikan nilai-nilai sosial yang ada di sekitar usaha yang mereka bangun.

Lalu pemerintah yang berkuasapun dengan sekonyong-konyongnya melakukan apa yang kita sebut kemunafikan. Segala sesuatu yang menghambat nilai-nilai ekonomi praktis, di hajar dan dipinggirkan demi apa yang mereka sebut laju kemajuan sebuah bangsa. Apakah ini yang rakyat impikan tentang kemajuan sebuah bangsa ? ketika tidur pun tidak lagi menjadi lelap dan hidup pun telah terusik dengan kekuasaan yang mengancam.

Beberapa waktu yang lalu, kita mengetahui akan wacana organisasi pesepak bolaan Indonesia, PSSI tentang indonesia menjadi tuan rumah piala dunia 2022. Dengan serta merta PSSI dan kementerian pemuda dan olah raga mengangkat issue lingkungan sebagai tema dari piala dunia yang akan ditawarkan ke organisasi pesepak bolaan dunia, FIFA. Apa sudah benar yang dilakukan PSSI dengan mimpinya itu ? boleh saja bermimpi tentang piala dunia bisa dilangsungkan di republik ini.

Dan benar apa yang dikatakan menteri pemuda dan olah raga Republik Indonesia, saudara Adhyaksa dault bahwa orang yang paling miskin didunia ini adalah orang yang tidak bisa lagi bermimpi. Tapi satu hal yang beliau lupa tentang suksesi penyelenggaraan acara akbar tersebut, bahwa semua itu harus sesuai dengan semangat yang akan diusung nanti yaitu menjaga dunia tetap hijau dengan tidak lagi memberi akses mudah bagi para penebang pohon hutan kita, memberi sanksi tegas para perusak lingkungan dan membuat undang-undang yang berisi pasal-pasal “besi” tentang penyelamatan lingkungan.

Lalu, jika itupun adalah sesuatu mustahil untuk di realisasikan maka saya sebagai rakyat Republik Indonesia ingin memberi selamat kepada mereka yang bermimpi akan penyelengaraan piala dunia tersebut dengan mengucapkan “selamat, anda telah menjadi hipokrit sejati..!”.



Perjuangan penghabisan kumpulan melawan

Che Guevara, Imperialism speech 1965