Kehidupan selalu menyajikan segala hiruk pikuknya yang terkadang membuat manusia bisa menjadi pintar atau bodoh. Dan dalam perjalanan waktu yang dirangkaikan dengan berbagai macam kadar emosi dan intelektual yang ada pada diri manusia itu sendiri, dunia telah bermetamorfosa secara regulasinya menjadi seperti sekarang ini.
Manusia telah menghasilkan sebuah maha karya kehancuran karena minimnya dasar moral yang dimiliki karena kepentingan-kepentingan pragmatis yang destruktif.
Kadar kebutuhan akan sebuah kemajuan peradaban dengan melakukan penelitian yang menghasilkan penemuan teknologi-teknologi penunjang struktur serta infrastruktur manusia, seakan-akan menjadi suatu pembenaran dari sebuah kesalahan yang sama yaitu ,kita tidak pernah mau menjaga sesuatu yang dititipkan Tuhan Yang Maha Esa kepada kita manusia . Kita terkadang dengan segala egoisme yang dimiliki, tidak mau memperhatikan koridor-koridor serta rambu-rambu yang ditetapkan dan berlaku. Sehingga bisa dielaborasikan, kalau sekarang apakah kita telah benar-benar berkodratkan sebagai makhluk Tuhan yang berakal ? ketika kita tahu kalau bumi ini semakin tua dan kita tidak pernah mau berusaha menjaganya dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Tidakkah segalanya telah menjadi jelas ketika ketimpangan terlihat dimana mana oleh mata hati nurani kita? Kemiskinan dan kerusakan alam yang dikarenakan sugesti, obsesi dan ambisi absurd manusia semakin menterjemahkan sebuah arti dari tanda-tanda kiamat sebentar lagi datang.
Lalu, jika kehancuran atau kiamat sudah ada didepan mata kita ini, apakah penyesalan akan menjadi sebuah proses yang harus dilalui ? Jawabannya terserah kita sebagai manusia. Apakah mau menjadi hamba Tuhan atau hamba harta ?
Manusia telah menghasilkan sebuah maha karya kehancuran karena minimnya dasar moral yang dimiliki karena kepentingan-kepentingan pragmatis yang destruktif.
Kadar kebutuhan akan sebuah kemajuan peradaban dengan melakukan penelitian yang menghasilkan penemuan teknologi-teknologi penunjang struktur serta infrastruktur manusia, seakan-akan menjadi suatu pembenaran dari sebuah kesalahan yang sama yaitu ,kita tidak pernah mau menjaga sesuatu yang dititipkan Tuhan Yang Maha Esa kepada kita manusia . Kita terkadang dengan segala egoisme yang dimiliki, tidak mau memperhatikan koridor-koridor serta rambu-rambu yang ditetapkan dan berlaku. Sehingga bisa dielaborasikan, kalau sekarang apakah kita telah benar-benar berkodratkan sebagai makhluk Tuhan yang berakal ? ketika kita tahu kalau bumi ini semakin tua dan kita tidak pernah mau berusaha menjaganya dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Tidakkah segalanya telah menjadi jelas ketika ketimpangan terlihat dimana mana oleh mata hati nurani kita? Kemiskinan dan kerusakan alam yang dikarenakan sugesti, obsesi dan ambisi absurd manusia semakin menterjemahkan sebuah arti dari tanda-tanda kiamat sebentar lagi datang.
Lalu, jika kehancuran atau kiamat sudah ada didepan mata kita ini, apakah penyesalan akan menjadi sebuah proses yang harus dilalui ? Jawabannya terserah kita sebagai manusia. Apakah mau menjadi hamba Tuhan atau hamba harta ?
